Selasa, 28 Juni 2011

Percik Aksara

June 29, 2k11

Bibir ini kelu namun telah lupa bagaimana cara menitikkan air mata.
Tiap hela nafas ini penuh gelimang darah
dengan ranum warna merah delima.
Perlahan syair pengantar rehat dari malam menjadi buram
Kemudian ia kan lenyap tak terdengar
Terus berlari..

Namun bilur masa silam tak kan pernah terkubur dalam.
Persembunyian ini, ruang kelam beradu gulung asap
Membaca masa depan bukan keahlian ku
Namun setidaknya, masih ada asa meski setengah menyala.

***
Pernah, perih beradu tangis langit
Menyusur selasar buram gulita
Berselimut beku yang merajam belulang
Pernah ku lemah
Karena tiap dahaga
Yang menggelitik nafsu dari raga

Adakah gelombang itu
Yang menjadi saksi dari tepi dermaga
Yang pernah tersinggah
Adakah malam, dimana
hati terpaut menjadi satu

Sementara biru terus membisu
Dan kegelapan tetap melekat pekat

Ini luruh,
Yang mengubah darah menjadi bening
Yang memaksa riuh untuk diam patuh

Tak perlu temali untuk menambat
Jika enggan tuk merapat
Tak perlu menjerit lantang
Sementara bisikan pun mampu terdengar sang bayu

Untuk sementara, ku bekap pendar cahaya
Biar pekat memainkan perannya berkelebat
Ini batas antara pijakan dan melayang
Antara diam dan gerak

****

1 komentar: